Aku membaca postingan-postingan bernada mengejek di website sebuah variety show yang baru-baru ini aku datangi. Yah seperti biasa, mereka bilang aku ini hanya mengandalkan kecantikan semata, wajahku hasil operasi plastik, dan sebagainya. Rasanya darahku mendidih ketika membaca komentar-komentar itu. Aku memang cantik, aku adalah Alika Kim anggota girlband 4NGEL. 4NGEL merupakan girlband yang beranggotakan 4 orang gadis cantik, yang terdiri dari Lee Haneul, Kim Subin, Dana, dan aku sendiri. Kami adalah girlband multinasional, Haneul dan Subin merupakan orang Korea asli, Dana campuran Cina dan Kanada, sedangkan aku campuran Indonesia dan Korea. Waktu pertama debut perhatian dari netizen begitu positif sehingga lagu kami langsung merajai K-Pop chart walaupun cuma 2 minggu dan kami menjadi girlband yang mulai diperhitungkan di industri musik Korea.
“Sudahlah, tidak perlu kau baca semua komentar-komentar itu.” kata manajer kami, Kim Taehan
“Benar kata Manajer Kim. Kenapa kau selalu melakukannya setiap kita selesai jadi bintang tamu sebuah acara? Kau seperti menyiksa dirimu sendiri.” ujar Haneul
“Bukan menyiksa diri sendiri, tapi introspeksi diri. Aku ingin tahu bagaimana respon orang terhadapku sehingga aku nantinya bisa lebh baik lagi.” kataku
“Sudahlah biarkan saja dia begitu, sudah 4 tahun kita bersama Eonni masih saja belum mengenalnya dengan baik.” kali ini Dana ikut menambahi
“Alika Eonni, menurutku komentar-komentar itu lebih buruk dari yang sebelumnya. Sebelum hubunganmu dengan Jinyeong terungkap.” kata Subin
“Ah entahlah. Mungkin berhubungan dengan pria itu adalah hal yang salah.” kataku
“Sudah... sudah... Hari ini kalian telah bekerja dengan keras. Kalian akan kutraktir, ingin makan apa?”
“Pizza!” jawab kami serentak
Pria didepanku ini menyeruput espressonya sambil memainkan tabletnya. Sudah satu jam kami duduk berdua di cafe ini. Tapi kami melakukan kegiatan masing-masing dia sibuk dengan tabletnya dan aku dengan iPod-ku. Pria itu Jeong Jinyeong, seorang aktor dan Hallyu Star yang terkenal, sekarang dia adalah kekasihku.
“Hentikan itu, kau bisa melubangi wajah tampanku dengan matamu itu.” katanya dingin
Aku langsung mengalihkan pandanganku ke arah lain. “Apa kita sudah selesai? Aku bosan.”
“Tunggu sebentar, aku harus menyelesaikan level terakhir.”
“Hei, jika kau cuma mau bermain game untuk apa kau mengajakku? Kau cuma membuang-buang waktuku saja!” aku beranjak dari kursi kemudian Jinyeong menarik tanganku
“Akan ku antar kau pulang.”
“Tidak perlu, aku bisa mengurus diriku sendiri.”
“Di luar ada wartawan. Kau lupa dengan kesepakatan kita?”
Aku mengerang kesal “Apa kau tahu dalam hal ini aku yang dirugikan? Cemooh tentang diriku semakin menjadi-jadi. Aku merasa tercekik!”
“Kuantar kau pulang, kita bicara di tempat lain. Jangan disini.”
Berulang kali aku berpikir pasti aku sedang tidak waras ketika menandatangani kontrak kerjasama antara aku dan Jeong Jinyeong. Aku menandatangani kontrak untuk berpura-pura menjadi pacarnya selama 3 bulan untuk menyelamatkan imagenya dan sudah sebulan sejak kontrak itu berlaku, rasanya seperti di neraka. Jinyeong seseorang yang sangat pendiam dan kaku, saat awal bertemu terkadang aku lupa kalau dia adalah manusia karena dia seperti patung, diam tanpa suara. Walau pun aku berbicara panjang lebar, dia hanya akan menjawab dengan pendek. Demi Tuhan berbicara itu gratis, tapi kenapa Jinyeong irit sekali kalau berbicara. Jinyoung menepikan mobilnya dipinggir Sungai Han, membuatku ingin menceburkan diriku ke sungai itu kalau dia ‘mematung’ lagi.
“Tadi apa yang kau bicarakan? Apa yang membuatmu rugi? Kau memiliki kekasih seorang Hallyu Star, Jeong Jinyeong.”
Aku cukup terkejut dengan apa yang dikatakannya karena ini kalimat terpanjang yang dia katakan padaku sejak pertama kali bertemu. “Apa gosip itu benar kalau kau itu gay? Katakanlah sejujurnya. Kalau kau memang bukan gay berarti kau bisa menemukan wanita yang kau sukai, dan seperti yang kau bilang tadi kau ini kan HALLYU STAR. Pasti banyak wanita yang mengejarmu. Sehingga aku tidak perlu mengalami hal seperti ini karena berpura-pura menjadi kekasihmu!”
“Itu bukan urusanmu. Kau belum jawab pertanyaanku. Apa yang terjadi?” kata Jinyeong dengan serius. Ini pertama kalinya dia berbicara dengan menatap langsung mata dengan tajam dan aku baru menyadari betapa tampannya Jinyeong, dia hampir membuatku meleleh. Kemudian aku kembali tersadar dari lamunanku.
“Kemarin ada paket yang datang ke agensi ku. Paket itu berisi surat ancaman yang ditulis dengan darah dan itu bukan yang pertama kali.”
“Bukan yang pertama kali? Kenapa kau tidak memberitahukannya padaku atau agensiku?”
“Yang pertama kali saat hubungan kita terungkap, tapi surat itu tidak bernada ancaman.”
“Kau yakin surat itu ditulis dengan darah buka dengan tinta merah?”
“Kau tahu leader grupku kan, Haneul Eonni? Dia yang memastikan hal itu.”
“Memangnya tahu darimana kalau itu benar-benar darah?”
“Haneul Eonni kan mahasiswa jurusan Kimia, aku juga tidak mengerti. Tapi dia meneteskan cairan di kapas kemudian menempelkannya di tulisan tersebut, kemudian kapas itu berubah warna dan Eonni bilang itu benar-benar darah.”
“Arasseoyo, aku akan segera mengurusnya. Agensimu mengetahui hal ini?”
Aku menggelengkan kepalaku “Hanya para member dan manajerku yang tahu.”
Aku memandang ke cermin melatih ekspresi wajahku agar terlihat ceria, sesuai dengan lagu yang akan kami nyanyikan “Cheering U”. Aku berusaha keras menyembunyikan kegelisahanku hingga kemudian aku melihat seseorang yang kukenal.
“Yang Miju?” kataku
“Oh Alika-ya...”
Aku langsung memeluknya, dia Yang Miju teman baik ku semasa SMA. Kami bersama-sama mengikuti audisi di JP Entertainment, tapi karena gangguan pita suara Miju tersingkir dibabak terakhir dan aku diterima menjadi trainee di JP.
“Lama kita tidak berjumpa Miju-ya! Bagaimana kabarmu dan sedang apa kau disini?”
“Aku baik-baik saja. Aku disini sebagai stylist untuk 4NGEL.”
“4NGEL? Wah kebetulan sekali! Apa ini hari pertama mu?”
“Tidak, aku sudah 2 bulan bekerja bersama kalian, sebelumnya aku hanya mengurusi kostum dari kantor tapi karena stylist Kang sedang sakit aku yang menggantikannya hari ini.”
“Oh begitu rupanya, pantas saja aku baru melihatmu. Aku jarang ke kantor karena tempat latihan kami sudah bukan dikantor lagi..” kemudian seorang staf mendatangi kami dan memberitahukan sudah saatnya naik panggung “Kalau begitu nanti kita bicara lagi. Aku sangat merindukanmu Miju-ya.”
Aku terbaring sekarang di ruang UGD, berusaha menahan sakit ketika dokter membalut pergelangan kaki kanan ku. Aku sedikit meremas tangan Dana yang memegangi tangan ku ketika dokter mengencangkan perbanku. Dana yang menemaniku ke rumah sakit dan orang-orang yang sedang berada di UGD pun memandangi kami sambil berbisik-bisik, akhirnya Dana menarik tirai agar mereka tidak melihat kami. 10 menit yang lalu aku terjatuh ketika sedang tampil di panggung, hak sepatu ku tiba-tiba patah dan sekarang kaki ku terkilir.
“Sudah selesai nona Kim, aku akan menuliskan resep untuk mengurangi bengkaknya dan juga jangan lupa untuk dikompres dengan air hangat.” kata dokter
“Kamsahamnida dokter.” kata ku dan Dana bersamaan sambil menundukkan kepala
“Bertahanlah Alika-ya, sebentar lagi manajer Kim datang menjemput.” kata Dana tidak lama kemudian manajer Kim datang
“Alika-ya apa saat kau memakai sepatu itu tidak ada yang aneh?” tanya manajer Kim
“Kurasa tidak ada yang aneh.” jawabku
“Astaga manajer Kim!” tiba-tiba Dana setengah berteriak
“Kamjjakiya! Dana Park kau kenapa sih, mengagetkan saja!”
“Apakah sepatu Alika disabotase?” kata Dana. Wajah manajer Kim langsung berubah
“Apakah itu benar manajer Kim? Jawab aku!” perintahku
“Sepertinya begitu, setengah dari potongan hak yang patah terlihat rapi seperti potongan.”
Aku terkejut mendengarnya, aku bingung harus berbuat apa.
“Alika-ya, gwenchana?” tanya Dana cemas
“Kita ke kantor sekarang.”
“Mwo? Ke kantor? Untuk apa? Lebih baik kita langsung pulang, kau perlu istirahat.” kata manajer Kim
“Aku akan membatalkan kontrak dengan Jeong Jinyeong. Aku tidak peduli jika aku menjadi miskin karena membayar denda pembatalan kontrak. Aku tidak bisa hidup seperti ini lagi.” Aku membuka ponsel ku dan menelpon Jeong Jinyeong.
“Alika-ssi jangan gegabah seperti ini, kita bisa menyelesaikannya secara baik-baik. Aku akan menyuruh orang untuk menginvestigasi masalah ini.” kata Direktur Jang, direktur JP Entertainment
“Aku sudah memikirkannya masak-masak Direktur Jang. Aku sudah muak dengan semua ini. Ambil semua penghasilanku untuk membayar denda, nyawaku lebih berharga dari 100 juta won!” dan kemudian Jeong Jinyeong masuk ke ruangan Direktur bersama dengan manajernya
“Maaf sudah membuat kalian resah, seharusnya aku menyampaikan hal ini lebih cepat.” kata Jeong Jinyeong tanpa basa basi
“Aku tidak peduli hal apa yang akan kau sampaikan, pokoknya aku ingin kontrak ini dihentikan. Aku tidak peduli kau ini benar-benar gay atau tidak, yang jelas aku tidak mau hidupku terancam! Bagaimana bisa kau menyeretku yang tidak tahu apa-apa ke dalam masalahmu lalu aku yang menjadi korban?” kataku emosi
“Dengar dulu penjelasanku, karena kurasa pelakunya orang dalam. Maksudku siapa lagi yang punya akses ke ruang tunggu dan barang-barang perlengkapan 4NGEL?”
“Hanya 4NGEL, manajer, dan para stylist. Staf stasiun TV hanya sampai di depan pintu ruang tunggu.” kata manajer Kim
“Oh iya, kemarin kan ada stylist baru yang menggantikan nona Kang?” ujar Dana
“Maksudmu Yang Miju? Miju itu orang baik, aku mengenalnya sejak SMA.” kataku
“Kau mengenalnya?” tanya manajer Kim
“Dia dulu teman SMA ku dan kami bersama-sama audisi disini tapi dia gagal.”
“Tunggu, berarti ada kemungkinan kejadian kali ini bukan karena aku tapi kau Alika-ssi. Siapa tahu dia dendam padamu karena kalian audisi bersama tapi kau yang menjadi bintang dan dia hanya seorang stylist.” kata Jeong Jinyeong
“Hei, yang kau bicarakan itu sahabatku!”
“Tenang Alika-ya, you know sometimes you are too naive right?” kata Dana dan sekarang aku mulai bimbang. Sial, aku benci diriku yang seperti ini!
Sudah sebulan berlalu dan tidak ada ancaman-ancaman lagi untukku. Aku sudah bisa bernapas sedikit lega sekarang ditambah lagi kontrak dengan Jeong Jinyeong akan segera berakhir. Kali ini aku mendapat tawaran sebuah drama spesial dan aku pun dengan semangat pergi ke lokasi syuting dan aku terkejut melihat Jeong Jinyeong disitu.
“Apa yang kau lakukan disini?” tanyaku pada Jinyeong karena seingatku hari ini kami tidak punya jadwal ‘kencan’.
“Lee Hyeonjun kecelakaan, apa kau belum mendengarnya? Aku yang akan menggantikannya.” kata Jinyeong datar. Astaga! Berarti aku akan melakukan kiss scene dengannya? Bagaimana ini? Suara asisten sutradara menyadarkanku. Kini aku harus berakting di depan Jeong Jinyeong, aku harus profesional! Aku mengambil napas dalam-dalam dan menghembuskannya, kulakukan berkali-kali agar rasa gugupku hilang.
“Haruskah kita berakhir seperti ini? Kita saling mencintai bukan?” mata Jeong Jinyeong terlihat berkaca-kaca
“Mianhae Oppa, kau tahu keadaan tidak membiarkan kita untuk bersatu. Keluargaku sudah membuat ayahmu susah. Aku tidak bisa melihat mu menderita lagi. Terima kasih atas cinta yang kau berikan selama ini, aku tidak akan melupakannya.” Jinyeong memelukku dan melepasnya tapi dia menarik tanganku dan sekarang jarak antara wajahku dan wajahnya sangat dekat. Kemudian dia menciumku dengan lembut dan penuh perasaan.
“Cut! Ya Alika-ssi, Jinyeong-ssi, adegan ini tidak perlu diulang. Sudah sangat bagus, emosi kalian tercapai dalam adegan ini. Ini pasti karena kalian sepasang kekasih.” kata Sutradara.
“Hei buka matamu, kita sudah selesai.” Aku membuka mataku dan melihat wajah Jinyeong
“Kenapa wajahmu memerah? Wajahmu memerah karena kepanasan atau karena malu?” aku langsung menyangkalnya
“Malu kenapa? Benarkah memerah? Ah sepertinya wajahku terlalu banyak terkena sinar matahari.” aku langsung pergi menghindarinya dan aku masuk ke ruang rias. Astaga aku seperti terhipnotis tadi ketika Jinyeong mengucapkan dialog tadi, aku seperti benar-benar menjadi karakterku dalam drama itu. Aku melihat diriku di kaca dan muka ku memang merah. Tiba-tiba pintu ruang rias terbuka dan aku melihat Yang Miju, aku pun membalikkan badanku ke arahnya.
“Oh Miju-ya ada apa? Kenapa wajahmu seperti itu? Apa terjadi sesuatu?” aku memandangi Miju yang terlihat marah sambil membawa gunting ditangannya. Kemudian dia menutup pintu dan menguncinya. Perasaanku langsung tidak enak.
“Dasar kau wanita brengsek! Gara-gara kau aku kehilangan segala yang kumiliki! Suaraku dan priaku!” teriak Miju
“Apa maksudmu? Miju-ya, tenanglah. Kita bisa berbicara baik-baik.”
“Aku latihan bernyanyi pagi dan malam hingga aku mengalami gangguan pita suara dan malah kau yang diterima sebagai trainee. Baiklah aku melupakannya karena kukira mungkin bukan takdirku menjadi seorang penyanyi. Lalu aku mendapat pekerjaan sebagai stylist di perusahaanmu dan aku kemudian dipecat karena aku dianggap sebagai orang yang mengancam keselamatanmu. Itu benar, aku tidak tahan melihatmu bersama dengan Jeong Jinyeong. Aku mencintainya dan dia alasanku melanjutkan hidup, tapi kau rebut dia. Lagi-lagi kau rebut milikku. Aku tidak bisa membiarkannya, aku tidak rela kau memilikinya!” Miju berjalan ke arahku sambil mengacungkan guntingnya. Aku menahan tangannya yang mau menusukkan gunting ke tubuhku “Miju-ya, hentikanlah kau salah paham!” tanpa kusadari aku dan Miju sudah bergulat dilantai. Aku berhasil membuatnya melempar gunting di tangannya. Aku bangkit untuk berjalan ke arah pintu, tapi kemudian Miju menjambakku. Aku berteriak dan aku pun melawan Miju, kemudian pintu itu terbuka dengan kencang. Kulihat Jinyeong dan beberapa orang masuk untuk memisahkan kami. Akhirnya Miju dibawa oleh 2 orang staf untuk menjauhiku.
“Gwenchanayo? Apa yang terjadi?” tanya Jinyeong khawatir
“Kau benar, dia yang mengirim paket ancaman itu. Yang Miju pelakunya!” kataku
“Apa kau...” belum sempat Jinyeong menyelesaikan kalimatnya aku melihat Miju menuju ke arah kami dan kali ini dia membawa pisau!
“Jinyeong-ssi awas!” aku memejamkan mataku dan merasa ada seseorang yang mendekapku. Aku membuka mataku dan melihat Jinyeong meringis kesakitan, dan aku melihat pisau yang dibawa Miju tertanam di lengannya!
“Jinyeong-ssi!!”
Aku menemui Jinyeong di kafe biasa kami ‘berkencan’ dan ternyata dia sudah duduk dipojok kafe sambil meminum kopinya
“Kau sudah datang rupanya, duduklah.” aku pun duduk dan dia tersenyum padaku dan tidak biasanya Jinyeong berbicara lebih dulu. biasanya kalau aku datang, aku langsung duduk tanpa disuruh.
“Kau baik-baik saja? Apa kau baru saja meminum obat penahan rasa sakitmu?” tanyaku dan Jinyeong tesenyum. Hal ini membuatku canggung.
“Aku tidak apa-apa. Luka itu sudah sembuh kok.” kata Jinyeong sambil menunjukkan bekas tusukan pisau waktu itu
“Akhirnya hubungan kita berakhir juga. Bagaimana? Apakah gosip bahwa kau gay itu sudah hilang? Ah iya kau tidak suka kan kalau aku membicarakannya. Pokoknya terima kasih kau sudah menyelamatku waktu itu.”
“Tidak perlu sungkan. Aku juga punya andil dalam masalah itu, karena aku dia jadi ingin membunuhmu. dan satu hal yang kau perlu tahu, aku bukan gay. Gosip itu ada karena waktu itu aku sedang mabuk dan mencium pipi teman lelaki ku karena kalah taruhan.”
“Pokoknya terima kasih atas segalanya. Aku tidak akan melupakannya, hutang budi ku padamu. Katakan saja apa yang harus kulakukan untuk membalasnya.”
“Jadilah kekasihku lagi.”
“Apa pun selain itu. Berapa pun yang kau tawarkan, aku tidak mau menjadi kekasih bohong-bohonganmu lagi.”
“Bukan kekasih bohong-bohongan, tapi kekasih sesungguhnya. Kau pernah bilang kan kalau aku bisa mendapatkan wanita mana saja yang aku mau dan aku memilihmu.”
“Maaf saja Jinyeong-ssi, tapi aku tidak tertarik dengan pria dingin sepertimu. Kau itu seperti patung, jarang berbicara dan kaku.”
“Apa kau tidak menyadarinya? Aku sudah tidak sekaku pertama kali kita bertemu. Aku juga tidak menyadarinya sampai manajerku yang mengatakannya, katanya aku berubah lebih baik sejak bertemu denganmu.”
“Lalu kau mengajakku pacaran hanya karena hal itu? Dengar Jinyeong-ssi...”
“Aku jatuh cinta padamu, Alika-ssi...” kata-kata itu langsung membuatku kaku sejenak. Tatapannya sama seperti ketika syuting waktu itu, tatapan penuh kasih sayang. Jantungku berdebar kencang, aku langsung meneguk air putih didepanku sampai habis.
“Baiklah, kalau begitu. Kita coba selama 1 bulan, tapi kalau kau tetap seperti patung aku berhak menghentikannya.” kataku sambil menjaga suaraku agar tidak bergetar dan jantungku smakin berdegup kencang ketika Jinyeong tersenyum ke arahku. Astaga, senyumannya manis sekali!